Minggu, 19 Januari 2014

Bisa Jadi


BISA JADI
Hamparan rumput hijau didepanku seolah tersenyum menghiburku. Aku hanya duduk terdiam dengan angan entah kemana menatap kosong ke rumput itu. Nyanyian burung pipit di pohon yang berjajar rapi disetiap sudut lapangan seolah dengan senang hati menjadi soundtrack atas posisi duduku di salah satu bangku  sudut lapangan. Detik ini, aku menggigit bibir dengan keras, menahan agar air mata tak mengalir dipipiku. Aku katakan bahwa aku bisa menjalani semua ini. Saat mata ini mencoba memandang ke atas, ke langit biru yang terhampar tiba-tiba aku teringat peristiwa satu minggu lalu. Peristiwa yang persis sama terjadi di tempat ini.
“Ra, liat deh capung-capung yang terbang di sekitar lapangan ini!, banyak banget ya?” Pipin dengan matanya yang antusias dan berbinar bertanya padaku. Pertanyaan yang dia sendiri sudah mengetahui jawabannya.
“Apaan sih, udah gede masih aja tanya mana yang banyak mana yang sedikit”, jawabku sambil mencibir. Namun, mata tak dapat berhenti melihat pesona capung yang beterbangan.
“Kamu tau ga ra? Banyaknya capung kan menandakan kalau tempat tersebut masih asri”, Pipin berkata serius sambil membenarkan posisi duduknya, dan menoleh penuh arti.
“Hei, itu kata-kataku kemarin tauuuu!” Aku gemas dan mencubit pipinya.Kami berdua tertawa.
Ah, langit yang kutatap tiba-tiba tak lagi biru karena awan bergerak menutupinya. Aku tersadar itu hanya cerita satu minggu yang lalu. Hari ini, tak ada lagi canda tawa itu. Kami tak lagi bersama.
Aku beranjak pergi meninggalkan bangku disudut lapangan. Meninggalkan capung yang sedang menari indah diatas hijaunya rumput. Menyusuri jalan setapak koridor kampus, lalu berdiri tegak saat harus menunggu angkutan umum dipinggir jalan. Tak lama lagi adzan magrib berkumandang, hari memang semakin petang dan angkutan umum yang kutunggu tak kunjung tiba. Pandanganku tiba-tiba tertuju pada dua orang mahasiswi yang sedang berjalan sambil bercanda. Aku langsung teringat Pipin.
“Pin, ada satu rahasia besar yang akan kuberi tahu padamu”, suatu sore di kamar kos ku,aku berkata dengan nada begitu rendah dan tatapan serius.
“Apaan sih ra? Seorang Tiara punya rahasia? Haha...kayaknya ga mungkin deh! Pipin malah mengajaku bercanda.
“Tau ah, sulit ngomong sama kamu” Aku cemberut menyambut gurauan  Pipin.
Pipin malah tertawa lepas dan akhirnya menatap serius padaku. Mengambil posisi duduk yang nyaman. Benar-benar memperhatikanku dan ekspresinya menunjukan bahwa dia siap mendengar apa yang akan aku utarakan.
Sore itu mulutku lancar berbicara suatu rahasia kepada Pipin. Dia sudah kuminta tidak berkomentar sampai apa yang aku ceritakan selesai. Saat itu, aku tahu Pipin ingin sekali memotong kalimatku dan bertanya banyak hal. Namun apa daya, dia sudah terikat perjanjian denganku.
Aku sukses mengakhiri apa yang aku ceritakan. Pipin tertegun menatapku tak percaya. Dia memelukku sambil berlinangan air mata. Aku? Aku tak menangis sedikitpun. Aku terlalu sulit untuk menangis. Entah bingung apa yang mesti kutangisi atau bingung karena air mataku sudah habis terkuras sejak kecil.
Pipin melepaskan pelupakannya dan mulai membuka mulut.
“Ra, aku kira hal seperti itu hanya terjadi dalam film” dia menghela nafas sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya, “Yah, seperti dalam film 3 idiots misalnya!” Pipin menyebut salah satu judul film india yang membuat aku tersenyum saat mendengarnya.
Aku ingat persis peristiwa itu. Sore itu aku mengutarakan rahasia besar dalam hidupku. Pipin satu-satunya orang yang tahu rahasia tentang hal itu di kampus bahkan kota ini. Dua mahasiswi yang sedang kutatap dari jauh tadi telah berjalan melewatiku yang masih setia menunggu angkutan umum. Mereka tersenyum saat melewatiku. Tersenyum ramah, meskipun sebenarnya mereka tahu dari tadi aku menatap dan memperhatikan mereka.
Angkutan umum yang kunanti akhirnya menampakan diri, membawaku pulang menuju kos yang sengaja kupilih berjarak jauh dari kampus tempatku menuntut ilmu. Dari kaca angkot aku menatap jelas gedung rektorat. Besok pagi, aku harus ke gedung itu memenuhi surat panggilan Pembantu Rektor bidang kemahasiswaan. Dan terhitung beberapa hari dari sekarang aku akan meninggalkan kampus dan kota ini.

(terpotong dul;u yaaa... :D)