Berbalik
Keasyikanku memainkan hp sambil menunggu adikku yang masih
MTs mengurus sesuatu di sekolahnya tiba-tiba terusik ketika seorang anak MTs
melewatiku,,,Sosok pria remaja yang begitu terlihat manisnya, dengan pakaian
yang begitu rapih, peci hitam yang sangat pas di kepalanya, dan berjalan begitu
santun melewatiku. Tanpa
kusadari dua sudut bibirku tertarik karena tiba-tiba teringat
sesuatu....Sesuatu yang bermula dari cerita awal 4 tahun yang lalu.
##### Hari itu aku yang kebetulan menjabat sebagai ketua OSIS di
MTs Putri Sabilul Halim baru selesai memberikan pengumuman ke anak kelas 7.
Sebenarnya saat itu aku sedang buru-buru karena ada teman yang memanggilku di
bawah. Namun, tiba-tiba langkahku terhenti di anak tangga teratas karena
melihat seseorang yang beberapa hari ini membuatku tertarik.
Yaah,,dari tangga ini kami yang
sekolahnya hanya terdiri dari siswi-siswi bisa dengan leluasa melihat anak MTs Putra Sabilul
Halim yang hanya terdiri dari siswa-siswa. Senyumku pun merekah karena kini ku telah tau
namanya, nama seorang pria yang menarik perhatianku karena rapih pakaiannya,
jalannya yang sopan, peci hitam yang sangat pas, dan senyum merekah ketika dia
berbicara. Meski hanya dari jauh bisa memandangnya tapi aku senang,,,dan kali
ini hatiku berbisik..”Akhirnya aku tau namamu Dzul! Meski hanya nama panggilan
setidaknya namamu bisa kucatat dalam harianku”.
“Lili ayo turun!!!!!” Nela memanggilku dengan suara yang
membuatku tersentak dari pandanganku pada Dzul
. “Iya..tunggu bentar!” Kakiku langsung melangkah cepat menuruni
tangga dan menghampiri Nella sahabat sekaligus wakil ketua OSIS bagiku.
Dzul memang sukses mengisi hari-hariku setelah
rapat OSIS beberapa pekan yang lalu. Kala itu kami anak putri rapat bersama
anak putra yang terpilih bersama kakak-kakak kelas yang akan menurunkan
jabatannya kepada kami untuk membahas pelantikan OSIS. Sebenarnya, waktu itu
aku hanya duduk di pojok bersama Mba Uun,kakak kelasku. Kami sengaja duduk di
paling pojok bagian putri karena jujur saja kami kurang nyaman jika berada satu
ruangan bersama laki-laki. Yaah,,aku dan mba Uun emang sedikit takut kalo mesti
kumpul bersama seperti ini. Entah karena apa, padahal waktu SD aku tidak
seperti ini, mungkin karena sekarang di kelas hanya berisi anak putri. Di
sela-sela ketidak nyamananku,seorang anak putra mengalihkan perhatianku. Segera
ku palingkan wajahku dan setelah itu pikiranku dihantui rasa penasaran siapa
namanya dan rasa bahagia tak dapat kututupi ketika tidak sengaja aku mendengar
teman-teman kelas yang satu asrama dengannya bercerita tentangnya. Tentang
Dzul. Namun, apakah kalian tahu? Aku ada disini bukan hanya untuk sekolah di
MTs Sabilul Halim melainkan juga untuk menuntut ilmu dan tinggal di asrama yang
tersebar di Pesantren Babakan Jawa ini. Dan sebagai seorang penuntut ilmu
akupun harus bisa menjaga pikiranku agar tidak tercampuri oleh hal-hal yang
bisa merusak pencarian ilmuku seperti memikirkan Dzul. Disinilah aku terus
berusaha menepis bayangannya agar bisa menjaga hati dan menguatkan prinsipku
untuk tidak pacaran sebelum nikah. Hmmm...Kalau di ingat-ingat betapa so
dewasanya aku kala itu.
Melupakan Dzul dari hari-hariku
semakin terasa mudah setelah ku tahu Dzul adalah pacar dari Dini, teman
sekelasku. Rasa sedih memang ada karena ternyata Dzul sudah memiliki pujaan
hati dan bukan tipe orang yang mau menjaga hati sampai
waktunya tiba. Sikapku sama Dini tidak ada yang berubah baik sebelum dan
setelah Dzul menjalani hubungan dengan Dini. Toh, tidak ada yang tahu bahwa
selama ini aku tertarik pada Dzul. Bahkan Nella yang sahabat dekatku pun tak
tahu jika aku tertarik pada Dzul . Mau tahu kenapa? Karena ku pikir
membicarakannya sama saja memupuk perasaan dan membuatku semakin sulit
melupakan Dzul.
Bergulirnya waktu memang selalu tidak terasa. Dan begitu pula bagiku.
Tidak terasa akupun telah duduk di bangku kelas 3 semester 2 dan mulai sibuk untuk mempersiapkan diri mengikuti
seleksi masuk MAN favorit di provinsi ini serta menyiapkan diri untuk
menghadapi UN.
Melanjutkan
sekolah di MAN Insan adalah impianku sejak awal duduk di kelas VII MTs. Satu
dari 10 mimpi besar yang ingin aku capai. Aku percaya do’a dan usaha akan
membuat semuanya menjadi nyata. Dalam kamusku saat itu belajar adalah suatu
kebutuhan, aku selalu haus akan ilmu. Pintu mimpi itu ternyata semakin terbuka,
aku dan sembilan temanku yang lain dari sekolah termasuk sahabatku Nella
menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti seleksi masuk MAN Insan Tahap 1.
Pada tahap ini hanya 40 orang yang akan dipilih untuk mewakili Kabupaten.
Kami
berangkat pagi-pagi dari sekolah. Dan aku tidak mengerti ini sebuah kebahagiaan
atau motivasi pagi karena sebelum
rombongan sekolah kami berangkat, mobil yang kami naiki berhenti di depan
sekolah putra. Mereka juga mempunyai rombongan yang akan mengikuti seleksi, aku
tak tahu jumlah mereka berapa yang aku tahu ada Dzul diantara rombongan
tersebut. Lalu,bibirku tersenyum.
Waktu terus
berjalan, pengumuman yang dinanti tiba. Aku,Nella dan Selli lolos seleksi tahap
satu. Terbesit dihatiku rasa penasaran bagaimana dengan Dzul, apakah dia lolos
juga?
Sayangnya,
aku tak tahu harus bertanya pada siapa. Tiba-tiba aku teringat sesuatu,
bukankah Nella punya sahabat di sekolah putra, sahabatnya sejak kecil.Hasby
namanya. Hasby juga ikut seleksi tahap satu jika aku tak salah ingat.
Aku
harus bersabar untuk menanyakan hal itu, karena baru bisa bertemu Nella setelah
bel pulang berbunyi. Kami tidak sekelas tapi selalu berusaha untuk pulang
bersama. Menghabiskan waktu bersama Nella adalah sesuatu yang membahagiakan
untukku. Setiap harinya dalam perjalanan pulang ke asramaku yang berdekatan
dengan rumah Nella selalu saja ada banyak hal yang bisa kita ceritakan. Bahkan,
jika lupa waktu kita berdua selalu tetap berbincang di depan rumahnya. Nella
tidak segera beranjak memasuki rumahnya dan aku enggan untuk melangkahkan kaki
ke asrama. Mengingat Nella membuatku kembali tersenyum. She is always special
for me.
Siang itu,
dengan rasa penasaran yang tinggi aku menunggu Nella keluar dari kelasnya. Saat
dia keluar dari kelas dengan senyum mengembang aku langsung menghampirinya.
Seperti biasa kami membicarakan pengalaman hari ini. Aku anggap ini prolog
sebelum akhirnya aku membunuh rasa penasaranku dengan bertanya padanya. Setelah
dirasa waktunya tepat, aku pun mulai bertanya, tak peduli Nella akan curiga
atau tidak.
“Nel, Hasby ikut seleksi tahap satu kan?”,
pertanyaan pengantar mulai aku ucapkan.
“Iya,ikut. Lolos juga Li” Nella menjawab
datar
“Oh ya? terus tau ga siapa lagi yang lolos
dari sekolah putra?” tanyaku lebih antusias.
“Setahuku di putra yang lolos cuma dua
orang deh, Hasby dan Dzul” Nella kembali menjawab, meski tidak sedatar tadi.
Mendengarnya hatiku sumringah, jika tidak
ada Nella di sampingku sepertinya aku sudah joged-joged kegirangan ga jelas.
Sepertinya, hanya sepertinya.
“Emang kenapa Li? Nella malah balik nanya.
“Ga papa..pengen tau aja” aku berusaha
bersikap sewajar mungkin.
Entahlah,
meski kami sering berbincang hal apapun, jarang sekali kami membicarakan
masalah perasaan atau lelaki idaman. Haha, mungkin karena kami berdua merasa
semua itu masih bukanlah menjadi hal yang penting buat kami anak lulusan SD
berbaju puith biru.
Hari
berganti hari, akupun semakin fokus untuk belajar agar lolos tahap selanjutnya.
Satu langkah lagi menuju Man Insan. Aku lupa kapan tepatnya, yang jelas suatu
siang pulang sekolah ada pesan dari nomor baru masuk. Asramaku memang berbeda
seperti asrama lainnya yang mempunyai peraturan membawa handphone genggam.
Sebelum membuka pesan, tak ada yang istimewa yang aku rasakan. Tapi, setelah
membaca isi pesan aku tersenyum manis. Yah, tepat sekali, itu pesan dari Dzul.
Ah, berasa seperti semuanya tidak bertepuk sebelah tangan. Bahagia. Meski kala
itu aku tak mengerti apa makna dari apa yang aku rasakan.
Dzul. Satu
kata yang bisa membuat aku tersenyum. Entah, rayuan darimana kami jadi sering
berbalas pesan membicarakan pelajaran sekolah,hafalan asrama bahkan terkadang
saling membangunkan shalat malam. Benar-benar aneh jika aku pikir-pikir
sekarang. Suatu waktu bahkan Dzul pernah meminjam buku catatan matematikaku.
Di asrama
aku terkenal sebagai anak yang paling cuek dengan urusan perasaan, jangankan
untuk menerima pernyataan cinta lawan jenis yang selalu diungkapkan lewat
surat. Membaca suratnya saja aku enggan. Orang lain yang membaca dan aku
membuangnnya. Aku hanya tahu semua itu hanyalah kesia-siaan.. Apalagi umurku
masih terlalu dini untuk menjalin hubungan serius. Belum banyak bekal yang aku
punya. Tapi, suatu hari aku malah menerima telepon dari Dzul. Aku bertanya
apakah ini kesia-siaan untukku? Entahlah yang jelas aku merasa bahagia bahkan
sempat tersipu malu saat mba asrama yang lain menggodaku jail.
“Eh,Neng
Lili udah gede ya sekarang, udah mau nerima telepon dari cowo” goda Mba Ozan
saat itu.
Sebelum
seleksi tahap kedua, kami pernah dikumpulkan se-Kabupaten untuk pengarahan
seleksi tahap dua di provinsi dan satu hal lagi yang membuatku senang,
rombongan sekolah putra dan putri dijadikan satu mobil. Aku satu mobil dengan
Dzul tentunya, meski tidak berbicara satu katapun, karena memang bagian putra
dan putri dipisa dan hanya ada dua anak sekolah putra Dzul dan Hasby.
Waktu
berlalu dan kami sibuk dengan ujian sekolah. Sayangnya, kabar buruk harus aku
terima di hari kedua ujian sekolah.Aku ingat sekali, selesai ujian hari kedua
Pak Jamil, guru PKn ku memberitahukan aku bahwa aku sudah di tunggu Ibu Kepala
Sekolah diruangannya. Dalam perjalanan dari kelas menuju ruang kepala sekolah
aku bertemu Nella dan Rizki. Kami berjalan bertiga. Sesampainya di ruang kepala
sekolah aku melihat ada Dzul dan Hasby duduk di kursi tamu ruang guru
#bersambung.... :)