Jumat, 13 Maret 2015

Menulis/Mencoba ilmiah

Pemanfaatan Pabra (Peta Braille ASEAN) berbasis Edupreneur sebagai Media Pemahaman Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk Siswa Penyandang Tunanetra

Oleh    : Yeyen Janatul I’liyin

Masyarakat Ekonomi ASEAN atau biasa disingkat MEA sudah ada di depan mata. Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri untuk masyarakat Indonesia. Sebagai bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi akhir di kawasan Asia Tenggara, tentu saja MEA mempunyai dua bilah sisi.  Seperti pedang, satu sisi  merupakan sebuah peluang yang berujung keuntungan jika kita bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan satu sisi merupakan tantangan yang berujung ancaman jika kita tidak bisa menghadapinya. Peluang yang dihadapi Indonesia sebagian besar dibidang ekonomi, seperti meningkatnya integrasi ekonomi, meningkatnya daya saing ekonomi Indonesia di dunia, dan terbukanya lowongan pekerjaan di negara-negara Asia Tenggara. Semua peluang ekonomi ini jika dimanfaatkan dengan baik akan melahirkan kesejahteraan ekonomi di Indonesia yang berarti kesejahteraan kehidupan. Namun, dalam memanfaatkan peluang yang ada terlebih dahulu kita harus siap menghadapi tantangan. Ada banyak tantangan yang dipunyai Indonesia dalam menghadapi MEA, diantaranya tantangan bidang ekonomi,pendidikan,kapasitas sumber daya manusia dan sektor keuangan (Kompas,November). Indonesia akan mengalami ancaman atau kemunduran apabila tidak bisa mengatasi tantangan tersebut. Bukan hal yang mustahil kalau kita tidak menyiapkan tantangan sebaik mungkin, yang akan terjadi bukanlah kesejahteraan tetapi perekonomian Indonesia yang semakin menurun karena Indonesia tidak mampu bersaing dengan negara ASEAN yang lain.
Sampai saat ini Indonesia masih sedang mempersiapkan diri untuk menyambut MEA, meskipun baru pelaku ekonomi makro yang siap (http://jurnalasia.com). Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini, kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 baru mencapai 82 persen ( Wangke H,2014). Ini menunjukan bahwa Indonesia perlu lebih usaha lagi agar bisa mencapai lebih meningkat.
Banyak hal yang disiapkan oleh Indonesia, terutama pada bidang peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya adalah melalui peningkatan kualitas pendidikan. Dengan adanya pendidikan yang berkualitas diharapkan akan terbentuk generasi penerus yang siap menghadapi MEA. Pelatihan kewirausahaan, pemberian beasiswa, dan masih banyak hal lainnya dilakukan untuk meningkatkan kualitas generasi penerus Indonesia. Ironisnya, sampai saat ini peningkatan kualitas pendidikan dalam menyambut MEA hanya terfokus kepada siswa yang normal belum sampai menyentuh siswa yang mempunyai kebutuhan khusus.
Menurut Ganda Sumekar (2009:2) Anak berkebutuhan khusus adalah “anak-anak yang mengalami penyimpangan, kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial, atau dari gabungan dari hal-hal tersebut sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan,kelainan, atau ketunaan mereka.Anak-anak berkebutuhan khusus merupakan generasi penerus bangsa yang mempunyai potensi terpendam. Mereka berhak untuk ikut serta berperan aktif menyambut MEA melalui kemampuan yang mereka miliki. Cara untuk memahamkan MEA kepada siswa yang berkebutuhan khusus tentu saja berbeda dengan siswa normal lainnya. Oleh, karena itu perlu langkah inovatif dari para pendidik dan calon pendidik untuk turut serta memberikan pemahaman MEA kepada siswa berkebutuhan khusus agar terciptanya pendidikan inklusif dalam berbagai bidang.
            Ada berbagai macam golongan anak berkebutuhan khusus, dan dalam hal ini penulis lebih fokus terhadap tunanetra. Setiap golongan berkebutuhan khusus mempunyai pendekatan yang berbeda-beda dalam melakukan pemahaman sehingga diperlukan inovasi yang berbeda dalam menyampaikan pengetahuan MEA kepada mereka.
Pabra (Peta Braille ASEAN) berbasis Edupreneur penulis cetuskan untuk memudahkan siswa tunanetra memahami MEA. Konsep peta braille sebelumnya telah dicetuskan oleh mahasiswa UGM (ug.ac.id,2014) tetapi tidak berfokus terhadap MEA sehingga peta yang dibuat bukanlah peta Asia Tenggara.
Peta Braille adalah peta timbul digunakan layaknya peta pada umumnya, hanya saja pada permukaan yang menggambarkan suatu daerah dibuat timbul dan diberi tanda tersendiri yang sesuai dengan braille, hal ini dimaksudkan agar tunanetra dengan mudah mengenali tipografi suatu daerah dengan indera perabaannya. Simbol-simbol yang ada dibuat timbul dan mempunyai keterangan warna agar mudah dipahami oleh siswa tunanetra. Pabra (Peta Braille ASEAN) dibuat lebih spesifik  di wilayah Asia Tenggara. Hal ini bertujuan agar siswa dengan mudah  dapat memahami wilayah-wilayah Asia Tenggara dan dapat membandingkannya antara satu dengan yang lain.
Pemahaman siswa tunanetra dengan menggunakan Pabra (Peta Braille ASEAN) membutuhkan pendampingan dari guru. Hal ini bertujuan agar anak mendapatkan penjelasan yang lebih detail saat mempelajari Pabra. Penggunaan Pabra dilakukan dengan membimbing siswa tunanetra mempelajari satu persatu negara yang ada di Asia Tenggara. Saat siswa mempelajari peta, guru menjelaskannya dengan memasukan pengetahuan tentang MEA. Dalam hal ini, penjelasan tentang MEA berawal dari penjelasan kondisi geografis negara-negara di Asia Tenggara dan potensinya.
            Potensi-potensi yang ada di negara-negara wilayah Asia Tenggara dikorelasikan dengan kesiapan-kesiapan negara-negara tersebut dalam menghadapi MEA. Ini akan membantu mereka membandingkan kesiapan negara lain dengan negara Indonesia.
            Pabra  yang dicetuskan berbasis Edupreneur atau pendidikan kewirausahaan ini dilengkapi dengan keterangan perekonomian di setiap negara yang ada di Asia Tenggara. Setelah memahami keterangan perekonomian secara singkat. Guru atau pendamping siswa tunanetra menyisipkan pendidikan kewirausahaan dalam proses pembelajaran Pabra. Pendidikan kewirausahaan yang dijelaskan dengan media Pabra bertujuan agar siswa tunanetra tumbuh rasa ingin berwirausaha dan membantu kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA dengan wirausaha. Selain itu, pendidikan wirausaha tersebut juga dapat memotivasi siswa tunanetra untuk dapat berperan serta dalam persaingan menghadapi MEA tahun 2015. Berbasis pendidikan kewirausahaan dalam proses menciptakan iklim kewirausahaan pemerintah juga telah dikeluarkan INPRES No. 4 tahun 1995 dengan mencanangkan sebuah Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK).
            Harapan besar dari Pabra berbasis Edupreneur ini pada tahapan awal adalah agar pendidikan inklusif di Indonesia semakin baik sehingga pemahaman tentang MEA untuk siswa tunarungu dapat tersampaikan. Pada tahapan selanjutnya Pabra berbasis  Edupreneur ini akan mendukung terciptanya siswa tunarungu yang mempunyai semangat tinggi untuk berperan di bidang wirausaha dalam rangka menyiapkan diri menghadapi MEA 2015.


DAFTAR PUSTAKA
Anggraini,Rima Rizki.2013. Persepsi Orangtua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Skripsi. UNP, Padang.
Departemen Perdagangan RI.2014. Menuju ASEAN Community 2015. Jakarta: Departemen Perdagangan RI

Karnita. 2008.  Perlukah Kewirausahaan Masuk Kurikulum Pendidikan.Gemari Edisi 91.Hlm 67.
Kompas.Indonesia Siap Hadapi Komunitas ASEAN. 4 November 2014. Hal.10

Puji Dwi  2010. Social Entrepreneurship.www.educar.org. . (diakses pada 15 Oktober

R Susi. 2002. Pendidikan Inklusif Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber. Bandung : The Atlas Alliance 2014)
Rizaldy, Efwan Hasby. 2013. “Super Edureligipreneur” : Pendidikan Super Karakter Kewirausahaan Pada Siswa MA (Madrasah Aliyah) Se-Derajat Berbasis Four Rainbow Sector  Bagi Upaya Optimalisasi Dalam Pengurangan Jumlah Kemiskinan Di Indonesia. Essay. Program Studi Manajemen. Universitas Brawijaya,Malang.

Wangke,Humprey.2015.Peluang Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.Jakarta: DPR RI
.



http://jurnalasia.com (diakses pada 4 November 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar