Pemanfaatan Pabra (Peta Braille ASEAN) berbasis Edupreneur sebagai
Media Pemahaman Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk Siswa Penyandang Tunanetra
Oleh : Yeyen Janatul I’liyin
Masyarakat Ekonomi ASEAN atau biasa disingkat
MEA sudah ada di depan mata. Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri
untuk masyarakat Indonesia. Sebagai bentuk realisasi dari tujuan akhir
integrasi ekonomi akhir di kawasan Asia Tenggara, tentu saja MEA mempunyai dua
bilah sisi. Seperti pedang, satu sisi merupakan sebuah peluang yang berujung
keuntungan jika kita bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan satu sisi
merupakan tantangan yang berujung ancaman jika kita tidak bisa menghadapinya. Peluang
yang dihadapi Indonesia sebagian besar dibidang ekonomi, seperti meningkatnya
integrasi ekonomi, meningkatnya daya saing ekonomi Indonesia di dunia, dan
terbukanya lowongan pekerjaan di negara-negara Asia Tenggara. Semua peluang
ekonomi ini jika dimanfaatkan dengan baik akan melahirkan kesejahteraan ekonomi
di Indonesia yang berarti kesejahteraan kehidupan. Namun, dalam memanfaatkan
peluang yang ada terlebih dahulu kita harus siap menghadapi tantangan. Ada
banyak tantangan yang dipunyai Indonesia dalam menghadapi MEA, diantaranya
tantangan bidang ekonomi,pendidikan,kapasitas sumber daya manusia dan sektor
keuangan (Kompas,November). Indonesia akan mengalami ancaman atau kemunduran
apabila tidak bisa mengatasi tantangan tersebut. Bukan hal yang mustahil kalau
kita tidak menyiapkan tantangan sebaik mungkin, yang akan terjadi bukanlah
kesejahteraan tetapi perekonomian Indonesia yang semakin menurun karena
Indonesia tidak mampu bersaing dengan negara ASEAN yang lain.
Sampai saat ini Indonesia masih sedang mempersiapkan diri untuk menyambut
MEA, meskipun baru pelaku ekonomi makro yang siap (http://jurnalasia.com). Menurut
Direktur Eksekutif Center of Reform on
Economics (CORE) Hendri Saparini,
kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 baru mencapai 82 persen ( Wangke H,2014). Ini menunjukan bahwa
Indonesia perlu lebih usaha lagi agar bisa mencapai lebih meningkat.
Banyak hal yang disiapkan oleh Indonesia,
terutama pada bidang peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia salah satunya adalah melalui peningkatan kualitas
pendidikan. Dengan adanya pendidikan yang berkualitas diharapkan akan terbentuk
generasi penerus yang siap menghadapi MEA. Pelatihan kewirausahaan, pemberian
beasiswa, dan masih banyak hal lainnya dilakukan untuk meningkatkan kualitas
generasi penerus Indonesia. Ironisnya, sampai saat ini peningkatan kualitas
pendidikan dalam menyambut MEA hanya terfokus kepada siswa yang normal belum
sampai menyentuh siswa yang mempunyai kebutuhan khusus.
Menurut Ganda
Sumekar (2009:2) Anak berkebutuhan khusus adalah “anak-anak yang
mengalami penyimpangan, kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi
dan sosial,
atau dari gabungan dari hal-hal tersebut sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan
pelayanan pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan,kelainan,
atau ketunaan mereka.Anak-anak berkebutuhan khusus merupakan generasi penerus bangsa yang
mempunyai potensi terpendam. Mereka berhak untuk ikut serta berperan aktif
menyambut MEA melalui kemampuan yang mereka miliki. Cara untuk memahamkan MEA
kepada siswa yang berkebutuhan khusus tentu saja berbeda dengan siswa normal
lainnya. Oleh, karena itu perlu langkah inovatif dari para pendidik dan calon
pendidik untuk turut serta memberikan pemahaman MEA kepada siswa berkebutuhan
khusus agar terciptanya pendidikan inklusif dalam berbagai bidang.
Ada
berbagai macam golongan anak berkebutuhan khusus, dan dalam hal ini penulis
lebih fokus terhadap tunanetra. Setiap golongan berkebutuhan khusus mempunyai
pendekatan yang berbeda-beda dalam melakukan pemahaman sehingga diperlukan
inovasi yang berbeda dalam menyampaikan pengetahuan MEA kepada mereka.
Pabra (Peta Braille ASEAN) berbasis Edupreneur penulis
cetuskan untuk memudahkan siswa tunanetra memahami MEA. Konsep peta braille
sebelumnya telah dicetuskan oleh mahasiswa UGM (ug.ac.id,2014) tetapi tidak
berfokus terhadap MEA sehingga peta yang dibuat bukanlah peta Asia Tenggara.
Peta Braille adalah peta timbul digunakan layaknya peta pada umumnya, hanya saja pada
permukaan yang menggambarkan suatu daerah dibuat timbul dan diberi tanda
tersendiri yang sesuai dengan braille, hal ini
dimaksudkan agar tunanetra dengan mudah mengenali tipografi suatu daerah dengan
indera perabaannya. Simbol-simbol yang ada dibuat timbul dan mempunyai keterangan warna agar
mudah dipahami oleh siswa tunanetra. Pabra (Peta Braille ASEAN) dibuat
lebih spesifik di wilayah Asia Tenggara.
Hal ini bertujuan agar siswa dengan mudah
dapat memahami wilayah-wilayah Asia Tenggara dan dapat membandingkannya
antara satu dengan yang lain.
Pemahaman siswa tunanetra dengan menggunakan Pabra
(Peta Braille ASEAN) membutuhkan pendampingan dari guru. Hal ini bertujuan
agar anak mendapatkan penjelasan yang lebih detail saat mempelajari Pabra. Penggunaan
Pabra dilakukan dengan membimbing siswa tunanetra mempelajari satu
persatu negara yang ada di Asia Tenggara. Saat siswa mempelajari peta, guru
menjelaskannya dengan memasukan pengetahuan tentang MEA. Dalam hal ini, penjelasan
tentang MEA berawal dari penjelasan kondisi geografis negara-negara di Asia
Tenggara dan potensinya.
Potensi-potensi
yang ada di negara-negara wilayah Asia Tenggara dikorelasikan dengan
kesiapan-kesiapan negara-negara tersebut dalam menghadapi MEA. Ini akan
membantu mereka membandingkan kesiapan negara lain dengan negara Indonesia.
Pabra
yang dicetuskan berbasis Edupreneur
atau pendidikan kewirausahaan ini dilengkapi dengan keterangan perekonomian
di setiap negara yang ada di Asia Tenggara. Setelah memahami keterangan
perekonomian secara singkat. Guru atau pendamping siswa tunanetra menyisipkan
pendidikan kewirausahaan dalam proses pembelajaran Pabra. Pendidikan
kewirausahaan yang dijelaskan dengan media Pabra bertujuan agar siswa
tunanetra tumbuh rasa ingin berwirausaha dan membantu kesiapan Indonesia dalam
menghadapi MEA dengan wirausaha. Selain itu, pendidikan wirausaha tersebut juga
dapat memotivasi siswa tunanetra untuk dapat berperan serta dalam persaingan
menghadapi MEA tahun 2015. Berbasis pendidikan kewirausahaan dalam proses menciptakan iklim kewirausahaan pemerintah juga telah
dikeluarkan INPRES No. 4 tahun 1995 dengan mencanangkan sebuah Gerakan Nasional
Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK).
Harapan
besar dari Pabra berbasis Edupreneur ini pada tahapan awal adalah
agar pendidikan inklusif di Indonesia semakin baik sehingga pemahaman tentang
MEA untuk siswa tunarungu dapat tersampaikan. Pada tahapan selanjutnya Pabra
berbasis Edupreneur ini akan
mendukung terciptanya siswa tunarungu yang mempunyai semangat tinggi untuk
berperan di bidang wirausaha dalam rangka menyiapkan diri menghadapi MEA 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini,Rima Rizki.2013. Persepsi Orangtua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Skripsi. UNP,
Padang.
Departemen Perdagangan RI.2014. Menuju ASEAN Community 2015. Jakarta:
Departemen Perdagangan RI
Karnita. 2008. Perlukah Kewirausahaan Masuk Kurikulum
Pendidikan.Gemari Edisi 91.Hlm 67.
Kompas.Indonesia
Siap Hadapi Komunitas ASEAN. 4 November 2014. Hal.10
Puji Dwi 2010. Social Entrepreneurship.www.educar.org.
. (diakses pada 15 Oktober
R Susi. 2002.
Pendidikan Inklusif Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber. Bandung : The Atlas
Alliance 2014)
Rizaldy, Efwan
Hasby. 2013. “Super Edureligipreneur” : Pendidikan Super Karakter
Kewirausahaan Pada Siswa MA (Madrasah Aliyah) Se-Derajat Berbasis Four Rainbow Sector Bagi Upaya Optimalisasi Dalam Pengurangan
Jumlah Kemiskinan Di Indonesia. Essay. Program Studi Manajemen.
Universitas Brawijaya,Malang.
Wangke,Humprey.2015.Peluang Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015.Jakarta: DPR RI
.
http://ugm.ac.id/id/berita/4357-bantu.tunanetra.mahasiswa.ugm.kembangkan.peta.taktual.dan.blind.sonar (diakses pada 3
November 2014)
http://jurnalasia.com (diakses pada 4 November 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar