Minggu, 08 Maret 2015

Berbalik (part 1)

                                                                     Berbalik

Keasyikanku  memainkan hp sambil menunggu adikku yang masih MTs mengurus sesuatu di sekolahnya tiba-tiba terusik ketika seorang anak MTs melewatiku,,,Sosok pria remaja yang begitu terlihat manisnya, dengan pakaian yang begitu rapih, peci hitam yang sangat pas di kepalanya, dan berjalan begitu santun melewatiku. Tanpa kusadari dua sudut bibirku tertarik karena tiba-tiba teringat sesuatu....Sesuatu yang bermula dari cerita awal 4 tahun yang lalu.
##### Hari itu aku yang kebetulan menjabat sebagai ketua OSIS di MTs Putri Sabilul Halim baru selesai memberikan pengumuman ke anak kelas 7. Sebenarnya saat itu aku sedang buru-buru karena ada teman yang memanggilku di bawah. Namun, tiba-tiba langkahku terhenti di anak tangga teratas karena melihat seseorang yang beberapa hari ini membuatku tertarik.
Yaah,,dari tangga ini kami yang sekolahnya hanya terdiri dari siswi-siswi bisa dengan leluasa melihat anak MTs Putra Sabilul Halim yang hanya terdiri dari siswa-siswa. Senyumku pun merekah karena kini ku telah tau namanya, nama seorang pria yang menarik perhatianku karena rapih pakaiannya, jalannya yang sopan, peci hitam yang sangat pas, dan senyum merekah ketika dia berbicara. Meski hanya dari jauh bisa memandangnya tapi aku senang,,,dan kali ini hatiku berbisik..”Akhirnya aku tau namamu Dzul! Meski hanya nama panggilan setidaknya namamu bisa kucatat dalam harianku”.
“Lili ayo turun!!!!!” Nela memanggilku dengan suara yang membuatku tersentak dari pandanganku pada Dzul
. “Iya..tunggu bentar!” Kakiku langsung melangkah cepat menuruni tangga dan menghampiri Nella sahabat sekaligus wakil ketua OSIS bagiku.
 Dzul memang sukses mengisi hari-hariku setelah rapat OSIS beberapa pekan yang lalu. Kala itu kami anak putri rapat bersama anak putra yang terpilih bersama kakak-kakak kelas yang akan menurunkan jabatannya kepada kami untuk membahas pelantikan OSIS. Sebenarnya, waktu itu aku hanya duduk di pojok bersama Mba Uun,kakak kelasku. Kami sengaja duduk di paling pojok bagian putri karena jujur saja kami kurang nyaman jika berada satu ruangan bersama laki-laki. Yaah,,aku dan mba Uun emang sedikit takut kalo mesti kumpul bersama seperti ini. Entah karena apa, padahal waktu SD aku tidak seperti ini, mungkin karena sekarang di kelas hanya berisi anak putri. Di sela-sela ketidak nyamananku,seorang anak putra mengalihkan perhatianku. Segera ku palingkan wajahku dan setelah itu pikiranku dihantui rasa penasaran siapa namanya dan rasa bahagia tak dapat kututupi ketika tidak sengaja aku mendengar teman-teman kelas yang satu asrama dengannya bercerita tentangnya. Tentang Dzul. Namun, apakah kalian tahu? Aku ada disini bukan hanya untuk sekolah di MTs Sabilul Halim melainkan juga untuk menuntut ilmu dan tinggal di asrama yang tersebar di Pesantren Babakan Jawa ini. Dan sebagai seorang penuntut ilmu akupun harus bisa menjaga pikiranku agar tidak tercampuri oleh hal-hal yang bisa merusak pencarian ilmuku seperti memikirkan Dzul. Disinilah aku terus berusaha menepis bayangannya agar bisa menjaga hati dan menguatkan prinsipku untuk tidak pacaran sebelum nikah. Hmmm...Kalau di ingat-ingat betapa so dewasanya aku kala itu.
Melupakan Dzul dari hari-hariku semakin terasa mudah setelah ku tahu Dzul adalah pacar dari Dini, teman sekelasku. Rasa sedih memang ada karena ternyata Dzul sudah memiliki pujaan hati dan bukan tipe orang yang mau  menjaga hati sampai waktunya tiba. Sikapku sama Dini tidak ada yang berubah baik sebelum dan setelah Dzul menjalani hubungan dengan Dini. Toh, tidak ada yang tahu bahwa selama ini aku tertarik pada Dzul. Bahkan Nella yang sahabat dekatku pun tak tahu jika aku tertarik pada Dzul . Mau tahu kenapa? Karena ku pikir membicarakannya sama saja memupuk perasaan dan membuatku semakin sulit melupakan Dzul.
            Bergulirnya waktu memang selalu tidak terasa. Dan begitu pula bagiku. Tidak terasa akupun telah duduk di bangku  kelas 3 semester 2 dan  mulai sibuk untuk mempersiapkan diri mengikuti seleksi masuk MAN favorit di provinsi ini serta menyiapkan diri untuk menghadapi UN.
Melanjutkan sekolah di MAN Insan adalah impianku sejak awal duduk di kelas VII MTs. Satu dari 10 mimpi besar yang ingin aku capai. Aku percaya do’a dan usaha akan membuat semuanya menjadi nyata. Dalam kamusku saat itu belajar adalah suatu kebutuhan, aku selalu haus akan ilmu. Pintu mimpi itu ternyata semakin terbuka, aku dan sembilan temanku yang lain dari sekolah termasuk sahabatku Nella menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti seleksi masuk MAN Insan Tahap 1. Pada tahap ini hanya 40 orang yang akan dipilih untuk mewakili Kabupaten.
Kami berangkat pagi-pagi dari sekolah. Dan aku tidak mengerti ini sebuah kebahagiaan atau  motivasi pagi karena sebelum rombongan sekolah kami berangkat, mobil yang kami naiki berhenti di depan sekolah putra. Mereka juga mempunyai rombongan yang akan mengikuti seleksi, aku tak tahu jumlah mereka berapa yang aku tahu ada Dzul diantara rombongan tersebut. Lalu,bibirku tersenyum.
Waktu terus berjalan, pengumuman yang dinanti tiba. Aku,Nella dan Selli lolos seleksi tahap satu. Terbesit dihatiku rasa penasaran bagaimana dengan Dzul, apakah dia lolos juga?
Sayangnya, aku tak tahu harus bertanya pada siapa. Tiba-tiba aku teringat sesuatu, bukankah Nella punya sahabat di sekolah putra, sahabatnya sejak kecil.Hasby namanya. Hasby juga ikut seleksi tahap satu jika aku tak salah ingat.
            Aku harus bersabar untuk menanyakan hal itu, karena baru bisa bertemu Nella setelah bel pulang berbunyi. Kami tidak sekelas tapi selalu berusaha untuk pulang bersama. Menghabiskan waktu bersama Nella adalah sesuatu yang membahagiakan untukku. Setiap harinya dalam perjalanan pulang ke asramaku yang berdekatan dengan rumah Nella selalu saja ada banyak hal yang bisa kita ceritakan. Bahkan, jika lupa waktu kita berdua selalu tetap berbincang di depan rumahnya. Nella tidak segera beranjak memasuki rumahnya dan aku enggan untuk melangkahkan kaki ke asrama. Mengingat Nella membuatku kembali tersenyum. She is always special for me.
Siang itu, dengan rasa penasaran yang tinggi aku menunggu Nella keluar dari kelasnya. Saat dia keluar dari kelas dengan senyum mengembang aku langsung menghampirinya. Seperti biasa kami membicarakan pengalaman hari ini. Aku anggap ini prolog sebelum akhirnya aku membunuh rasa penasaranku dengan bertanya padanya. Setelah dirasa waktunya tepat, aku pun mulai bertanya, tak peduli Nella akan curiga atau tidak.
“Nel, Hasby ikut seleksi tahap satu kan?”, pertanyaan pengantar mulai aku ucapkan.
“Iya,ikut. Lolos juga Li” Nella menjawab datar
“Oh ya? terus tau ga siapa lagi yang lolos dari sekolah putra?” tanyaku lebih antusias.
“Setahuku di putra yang lolos cuma dua orang deh, Hasby dan Dzul” Nella kembali menjawab, meski tidak sedatar tadi.
Mendengarnya hatiku sumringah, jika tidak ada Nella di sampingku  sepertinya aku  sudah joged-joged kegirangan ga jelas. Sepertinya, hanya sepertinya.
“Emang kenapa Li? Nella malah balik nanya.
“Ga papa..pengen tau aja” aku berusaha bersikap sewajar mungkin.
Entahlah, meski kami sering berbincang hal apapun, jarang sekali kami membicarakan masalah perasaan atau lelaki idaman. Haha, mungkin karena kami berdua merasa semua itu masih bukanlah menjadi hal yang penting buat kami anak lulusan SD berbaju puith biru.
Hari berganti hari, akupun semakin fokus untuk belajar agar lolos tahap selanjutnya. Satu langkah lagi menuju Man Insan. Aku lupa kapan tepatnya, yang jelas suatu siang pulang sekolah ada pesan dari nomor baru masuk. Asramaku memang berbeda seperti asrama lainnya yang mempunyai peraturan membawa handphone genggam. Sebelum membuka pesan, tak ada yang istimewa yang aku rasakan. Tapi, setelah membaca isi pesan aku tersenyum manis. Yah, tepat sekali, itu pesan dari Dzul. Ah, berasa seperti semuanya tidak bertepuk sebelah tangan. Bahagia. Meski kala itu aku tak mengerti apa makna dari apa yang aku rasakan.
Dzul. Satu kata yang bisa membuat aku tersenyum. Entah, rayuan darimana kami jadi sering berbalas pesan membicarakan pelajaran sekolah,hafalan asrama bahkan terkadang saling membangunkan shalat malam. Benar-benar aneh jika aku pikir-pikir sekarang. Suatu waktu bahkan Dzul pernah meminjam buku catatan matematikaku.
Di asrama aku terkenal sebagai anak yang paling cuek dengan urusan perasaan, jangankan untuk menerima pernyataan cinta lawan jenis yang selalu diungkapkan lewat surat. Membaca suratnya saja aku enggan. Orang lain yang membaca dan aku membuangnnya. Aku hanya tahu semua itu hanyalah kesia-siaan.. Apalagi umurku masih terlalu dini untuk menjalin hubungan serius. Belum banyak bekal yang aku punya. Tapi, suatu hari aku malah menerima telepon dari Dzul. Aku bertanya apakah ini kesia-siaan untukku? Entahlah yang jelas aku merasa bahagia bahkan sempat tersipu malu saat mba asrama yang lain menggodaku jail.
“Eh,Neng Lili udah gede ya sekarang, udah mau nerima telepon dari cowo” goda Mba Ozan saat itu.
Sebelum seleksi tahap kedua, kami pernah dikumpulkan se-Kabupaten untuk pengarahan seleksi tahap dua di provinsi dan satu hal lagi yang membuatku senang, rombongan sekolah putra dan putri dijadikan satu mobil. Aku satu mobil dengan Dzul tentunya, meski tidak berbicara satu katapun, karena memang bagian putra dan putri dipisa dan hanya ada dua anak sekolah putra Dzul dan Hasby.

Waktu berlalu dan kami sibuk dengan ujian sekolah. Sayangnya, kabar buruk harus aku terima di hari kedua ujian sekolah.Aku ingat sekali, selesai ujian hari kedua Pak Jamil, guru PKn ku memberitahukan aku bahwa aku sudah di tunggu Ibu Kepala Sekolah diruangannya. Dalam perjalanan dari kelas menuju ruang kepala sekolah aku bertemu Nella dan Rizki. Kami berjalan bertiga. Sesampainya di ruang kepala sekolah aku melihat ada Dzul dan Hasby duduk di kursi tamu ruang guru
#bersambung.... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar